Pilu di Hari ke Dua Agustus.

Bersama kemarahan yang coba dikekangnya, ia berjalan mencari keberadaan perusak janji yang pernah di ikrarkan. Bersama hentakan sepatunya yang menampar bumi, ia menambah kecepatan langkahnya. Tak sabar untuk menghamburkan jutaan resah atas ketidakadilan yang diterimanya. Aku berjalan menyusuri lorong demi lorong. Membantu wanita itu, Seorang wanita yang hampir bergemuruh atas perampasan kebahagiaan dunianya. 'Aku sungguh tidak terima semua ini, Puni. Lelaki itu semakin membuatku geram', jelas wanita itu kepadaku. Dari tekanan suaranya, sepertinya wanita itu sungguh luar biasa marah. Tak dapat lagi ku tebak apa yang akan terjadi. Namun aku penasaran apa yang akan dilakukannya. Yang aku tahu wanita itu adalah seorang wanita berbahu baja. Ia begitu kokoh laksana karang yang diterpa gelombang laut. Ia tegar meniti puing-puing kehidupan yang telah dihancurkan. Pintu pertama, terlewati. Hingga akhirnya pintu kedua kami masuki. Ia menemukan lelaki yang dicarinya sedang du...